Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) kini memperjuangkan agar Departemen Labour Hong Kong mengharuskan semua buruh migran mendapatkan resting hours alias jam istirahat.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) kini memperjuangkan agar Departemen Labour Hong Kong mengharuskan semua buruh migran mendapatkan resting hours alias jam istirahat.
“Sekarang kalau ada satu kasus (BMI dipaksa kerja habis-habisan) bukan berarti 150 ribu kasus juga memiliki kondisi yang sama, jadi yang kita perjuangkan sekarang sebenarnya bukanlah working hours (waktu kerja) tapi resting hours. Saya dan (Konsulat) Filipina sudah bicara dan kita sepakat untuk membahas masalah ini masing-masing dalam konteks working group of Labour maupun secara bersama-sama,” kata Konsul Jenderal Tri Tharyat ditemui SUARA di kantornya, Minggu, (2/7/2017).
JBMI bersama para aktivis buruh Filipina selama ini menuntut agar Departemen Labour Hong Kong memasukkan standar jam kerja untuk PRT, yaitu selama 8 jam sehari. Namun hingga kini usulan tersebut masih belum diterima meski sering dibahas di berbagai forum diskusi.
[post_ads]
Konjen Tri kepada SUARA menyatakan, KJRI telah membahas usulan standar jam kerja itu dengan Konsulat Filipina. Namun, kata Konjen, baik Konsulat Filipina maupun KJRI sama-sama sepakat untuk mendahulukan usulan agar buruh migran di Hong Kong wajib diberikan jam istirahat dalam jangka waktu tertentu, untuk menghindari terjadinya overwork atau pemerasan tenaga kerja.
Konjen Tri Tharyat menyatakan, KJRI juga berencana segera menemui Pemerintahan Hong Kong yang baru di bawah Chief Executive Carrie Lam. “Kita juga akan lihat dulu nih, pemerintahan baru dibentuk kemarin (Pemerintahan Carrie Lam), saya sudah minta ketemu menteri perburuhan yang baru dan saya akan sampaikan kembali hal-hal yang jadi perhatian pemerintahan pusat (Indonesia), tentu saja pertama-tama untuk kepentingan teman-teman BMI di Hong Kong ini,” kata Konjen.
[post_ads_2]
Menurutnya, KJRI dalam pertemuan dengan Menteri Perburuhan atau Labour Secretary itu akan kembali mengangkat tuntutan-tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh migran di Hong Kong antara lain meningkatkan kenaikan upah minimum setiap tahunnya, mendiskusikan peraturan 14 hari habis visa setelah diteriminit atau two weeks rule, dan juga resting hours (jam istriharat). * Dimuat di SUARA edisi July Main 2017, terbit 7 Juli 2017